Hanya 15% Desa Mandiri di Indonesia
Buku Perencanaan Pembangunan Partisipatif Desa (2024) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatnya disparitas kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan yang ditandai oleh rendahnya SDM, keterbatasan lapangan kerja, pengangguran, dan rendahnya kesejahteraan di desa.
Menurut Direktorat Jenderal (Dirjen) Pembangunan Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyatakan Peringkat Indeks Pembangunan Desa (IDM) jumlah desa di indonesia terdapat 75.261, tercatat hanya 15% desa yang mandiri, 30% desa maju, 38% desa berkembang, 9,5% desa tertinggal, dan 6,4% desa yang sangat tertinggal. Data tersebut menunjukan bahwa lebih dari setengah desa di Indonesia (52%) memiliki status sangat tertinggal, tertinggal dan berkembang.
Dalam hal ini penjelasan berbagai permasalahan di desa:
Infrastruktur
Salah satu penghambat perekonomian Indonesia adalah lambatnya pembangunan infrastruktur, baik infrastruktur fisik seperti jaringan fisik jalan, pelabuhan atau bandara dan infrastruktur non fisik seperti pasokan listrik, kesehatan dan kesejahteraan sosial. Laporan Global Competitiveness Index (2023) untuk sektor infrastruktur menempatkan Indonesia pada peringkat 51. Sementara laporan Logistic Performance Index (2023) menempatkan Indonesia pada posisi 63 dari 140 negara. Posisi berada pada peringkat standard rata-rata. Ketimpangan pembangunan infrastruktur yang timpang antara desa-kota dan kawasan Indonesia bagian barat dan Timur menyebabkan masalah perekonomian Indonesia
Kemiskinan
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia terus berfluktuasi dari tahun ke tahun. Misalnya, pada Maret (2023), jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sekitar 25,90 juta jiwa atau 9,36% dari total penduduk. Namun, dari data tersebut, ditemukan bahwa penduduk miskin lebih banyak ditemukan di pedesaan yaitu 14,34 juta jiwa atau 54,6% dibanding kota hanya 12,02 juta atau 45,4%. Dalam hal beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan yaitu Tingkat Pengangguran terbuka (TPT), Nilai Tukar Petani (NTP), inflasi, konsumsi rumah tangga, pendapatan rendah, keterbatasan akses pekerjaan yang layak, dan bantuan sosial.
Ketahanan Pangan
Dari data Global Food Security Index (2022) ketahanan pangan Indonesia berada di bawah rata-rata dunia sebesar 62,2. Rata-rata Asia Pasifik pun lebih tinggi sebesar 63,4. Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat kelaparan tertinggi ke-3 (tiga) se Asia Tenggara (Global Hunger Index, 2021). Akses terhadap makanan merupakan salah satu pilar ketahanan pangan. Merujuk Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 dari BPS (2020) didapat gambaran bahwa anak-anak Indonesia masih mengalami kerawanan akses terhadap makanan sehari-hari.
Pendidikan dan Pekerjaan
Dari survei Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) (2020) rata-rata lama sekolah kepala Rumah Tangga miskin di pedesaan hanya 6 tahun. Selain itu dari data tersebut menunjukan mayoritas kepala rumah tangga miskin di pedesaan hanya berpendidikan SD sederajat sekitar 39,60% pada Maret 2023 sedangkan yang tidak tamat SD terdapat 29,54%.
Pendidikan menjadi faktor krusial dalam mendapatkan pekerjaan karena berkaitan langsung dengan keterampilan yang diperlukan di berbagai bidang pekerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan berdampak pada kurangnya keterampilan yang diperlukan untuk bekerja (Kompas, 2020).
Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk desa bekerja didominasi oleh lulusan SD ke bawah. Jumlahnya menyumbang 36,82% dari total penduduk bekerja, menurut cakupan pekerjaannya, mayoritas penduduk desa bekerja di sektor informal yaitu 59,11%.
Kesehatan
Berdasarkan BPS (2022), belum semua masyarakat dapat mengakses layanan dasar dalam kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini, fasilitas kesehatan dasar sebesar 79,33% (2022). Dari Data World Bank tahun 2011-2017 juga menyebutkan bahwa jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Artinya, Indonesia hanya memiliki 4 dokter yang melayani 10.000 penduduknya.
Selain dokter, Indonesia memiliki keterbatasan tenaga kesehatan lainnya seperti perawat dan bidan Indonesia juga memiliki posisi terburuk di antara negara lainnya. Rasio perawat per 1.000 penduduk sebesar 2,1 yang artinya dua orang melayani 1.000 penduduk di Indonesia.
Keterbatasan Air Minum
BPS menyebutkan tahun 2022 akses pada layanan air minum yang paling sedikit didapatkan masyarakat, yakni di bawah 50% hanya 44,49%. Hal yang sama dinyatakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan, sebanyak 57% desa yang belum memiliki akses air minum. Sedangkan 43% desa yang telah mendapatkan akses air minum. Masalah ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit dan kebersihan yang buruk di desa. Sanitasi yang buruk dapat mengakibatkan masalah lingkungan dan kesehatan. Selain itu, hal ini bisa berdampak buruk pada kualitas hidup masyarakat desa.